-->

Muamalah, Kajian Tentang Wadi

Wadi

1. PENGERTIAN WADI’AH

Kata wadi’ah berasal dari wada’asy syai-a, yaitu meninggalkan sesuatu. Sesuatu yang seseorang tinggalkan pada orang lain agar dijaga disebut wadi’ah, karena dia meninggalkannya pada orang yang sanggup menjaga. 

2. HUKUM WADI’AH

Apabila seseorang menitipkan barang kepada saudaranya, maka ia wajib menerima titipan tersebut, bila ia merasa mampu menjaganya, hal ini termasuk dalam rangka tolong menolong dalam ketakwaan dan kebajikan.

Pihak penerima barang titipan wajib mengembalikan titipan kepada pemiliknya kapan saja ia memintanya.

Firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala:

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya.” (QS An-Nisaa’: 58).

“Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercaya itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Rabbnya.” (QS Al-Baqarah: 283).

Dan sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam:

“Sampaikanlah amanat kepada orang yang memberi amanat kepadamu.” (Shahih: Shahihul Jami’us Shaghir no: 240, Tirmidzi II: 368 no: 1282 dan ‘Aunul Ma’bud IX: 450 no: 3518).

3. MENANGGUNG RESIKO

Pihak yang menerima titipan tidak mesti mengganti kerusakan barang titipan, kecuali karena sikap menggampangkannya.

Dari Amr bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya ra, bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda,  “Barangsiapa yang dititipi barang, maka ia tidak ada tanggungan atasnya.” (Hasan: Shahih Ibnu Majah no: 1945, Irwa-ul Ghalil no: 1547 dan Ibnu Majah II: 802 no: 2401).

Darinya (sang kakek di atas) ra, bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda, “Tidak ada tanggungan atas orang yang diberi amanat.” (Hasan: Shahihul Jami’us Shagir no: 7518, Daruquthni III: 41 no: 167 dan Baihaqi VI: 289).

Dari Anas bin Malik ra bahwa Umar bin Khattab ra pernah menuntut tanggung jawabnya terhadap barang titipan yang dicuri orang yang berada di antara harta bendanya. Imam Baihaqi memberi komentar, “Barangkali karena Anas bin Malik lalai sehingga Umar menuntut tanggung jawabnya terhadap barang titipan itu karena kelalaiannya.” (Baihaqi VI: 289).

Sumber: Diadaptasi dari 'Abdul 'Azhim bin Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil 'Aziz, atau Al-Wajiz Ensiklopedi Fikih Islam dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah Ash-Shahihah, terj. Ma'ruf Abdul Jalil (Pustaka As-Sunnah), hlm. 705 – 706.
LihatTutupKomentar