Krisis nuklir Iran hingga kini belum berakhir, Barat dengan didalangi AS menekan agar Iran tidak mengembangkan teknologi nuklirnya karena membahayakan perdamaian dunia. Inilah standar ganda AS, satu sisi membiarkan Israel mengembangkan nuklirnya dan mengancam negara-negara Arab dan Timur Tengah, sisi lain menekan Iran untuk tidak memiliki nuklir. Sebetulnya perdamaian apa yang dimaksudkan AS?, tentu saja perdamaian untuk dirinya dan sekutu-sekutunya.
Belum lagi, lemahnya penguasaan kaum muslimin terhadap sains dan teknologi, sehingga kita menjadi konsumen terbesar dari produk kapitalis Barat. Hal ini tentu disengaja oleh mereka agar negeri-negeri Islam selalu tertinggal dalam menguasai sains dan teknologi, sehingga kita selalu tergantung kepada mereka dan tidak pernah bisa mandiri. Kita bisa saksikan lemahnya kekuatan TNI ketika AS memboikot persenjataan militer, karena TNI di anggap melanggar HAM dalam beberapa kasus di tanah air.
Kita tidak akan membahas krisis nuklir Iran dan ketergantungan sains dan teknologi ini, tetapi kita akan fokus kepada sumbangsih Islam terhadap kemajuan sains dan teknologi Barat khususnya dan dunia umumnya. Bahkan beberapa pengamat Barat sendiri menyatakan bahwa tanpa Islam maka Barat tidak akan mengalami kemajuan hebat dalam sains dan teknologi seperti saat ini (Making of Humanity, Robert Briffault). Lihat 4, hal 69-72
Al-Quran dan Ilmu Pengetahuan
Islam sangat menghargai ilmu pengetahuan, Al-Quran menganjurkan manusia agar menggunakan akalnya sehingga bertambah keimanannya dan maju dalam kehidupannya. Tidak ada pertentangan antara Al-Quran dan ilmu pengetahuan, bahkan penemuan-penemuan baru memperkuat kemu’jizatan Al-Quran.
Kalau sekiranya Al-Qur’an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak didalamnya (An-Nisa’ 82).
Bertolak belakang dengan Injil (bible) yang sering bertentangan dengan ilmu pengetahuan, gereja bahkan menghukum mati ilmuwan seperti Galileo yang mendukung teori Helisentris dari Copernicus bahwa matahari pusat tata surya. Sebaliknya, gereja mempertahankan teori geosentris bahwa bumi pusat tata surya. Lihat 4, hal 5 Inilah masa kegelapan Eropa yan terjadi sebelum abad ke 18 M. Al-Quran adalah wahyu Allah dan tidak ada pertentangan didalamnya, sedangkan injil yang di tulis 60-70 tahun setelah kematian Yesus telah dipengaruhi oleh campur tangan para pengikutnya dan bisa di revisi kapan saja dikehendakinya.
Salah satu bukti ilmiah Al-Quran adalah adanya batas yang jelas antara air tawar dan air asin (laut), meskipun keduanya bercampur. Hasil penelitian ilmuwan, pertemuan antara air tawar dengan air asin (laut) tidak akan menyebabkan percampuran keduanya karena adanya efek listrik dan magnetik yang saling berlawanan sehingga terciptanya sekat di bagian tengah kedua perairan tersebut. Hal ini sesuai dengan firman Alah subhanahu wa ta'ala:
Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu. Antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui oleh masing-masing (Ar-Rahman 19-20). Lihat 1, hal 41
Belum lagi penemuan ilmiah di bidang: matematik, optik, astronomi, geologi, biologi, farmasi, kedokteran dan lain-lain, yang semuanya tidak ada pertentangan dengan Al-Quran, padahal Al-Quran diturunkan 1.400 tahun yang lalu.
Islam memberikan kesempatan kepada akal manusia untuk mengembangkan ilmu pengetahuan seluas-luasnya, selama tidak bertentangan dengan syari’at. Landasan yang digunakan adalah ketika para sahabat gagal panen kurma karena mengikuti anjuran Rasulullah saw dengan menggoyang-goyangkan pohon kurma. Rasulullah saw bersabda: “Antum a’lamu biumuridunyaakum” (Kalian lebih mengetahui urusan dunia kalian-HR Muslim). Sedangkan yang berhubungan dengan hadharah (budaya/peradaban) maka harus terikat dengan syari’at, seperti hukum-hukum yang berhubungan dengan aqidah, ibadah, mu’amalah, ‘uqubat dan lain-lain. Sehingga teknologi automotive misalnya tidak terkait dengan agama seseorang, kita bisa saja mengembangkan teknologi yang sudah ada di AS atau Jepang karena ini murni sains dan teknologi. Sedangkan budaya (hadharah) berpakaian adalah sesuatu yang terikat dengan Islam dan harus mengacu kepada syari’at Islam, dilarang (diharamkan) kaum muslimin meniru budaya berpakaian ala Barat yang membuka aurat.
Ahli dan Penemu Islam Di Berbagai Bidang
Di zaman keemasan kekhilafahan Islam ilmu pengetahuan berkembang demikian pesatnya, untuk mengembangkan ilmu pengetahuan para Khalifah mendirikan lembaga-lembaga pendidikan dan penelitian. Salah satunya Khalifah Harun Al-Rasyid (169-194 H) yang mendirikan sekolah farmasi dan kimia.
Dengan kondisi seperti itu maka bermunculan para ahli dan penemu di berbagai bidang, antara lain: Ibnu Sina ahli kedokteran dan matematika; Jabir Ibnu Hayyan ahli kimia dan kedokteran (penemu teori sulfur merkuri dari logam); Al-Kindi seorang ahli fisika, astronomi dan optik; Al-Baitar ahli botani (tumbuh-tumbuhan) dan farmasi; Muhammad, Ahmad dan Hasan tiga serangkai di bidang teknik dan mekanik; Ibnu Hazen ahli optik, fisika dan matematik; Al-Qirafi ahli optik; Khuwarizmi ahli matematika, astronomi dan geografi (penemu logaritma); Abul Wafa ahli triginometri (penemu sinus dalam bangun segi tiga) dan sederetan panjang para ahli muslim di berbagai bidang. Bahkan Thomas Alfa Edison bukanlah penemu listrik, karena listrik telah ditemukan terlebih dahulu oleh Al-Jazzar. Penemuan kertas dengan bubur kayu berasal dari Islam abad 10 M, dimana sebelumnya China hanya membuat kertas dari kepompong ulat sutera. Lihat 2, hal 12; lihat juga 3, hal 63-64
Barat Belajar dari Islam
Para pelajar barat (terutama Eropa) berburu ilmu ke negeri-negeri Islam seperti Barcelona, Toledo, Cordova, Baghdad, Kairo, Damaskus, Mosul, Teheran dan lain-lain, untuk itu mereka harus menguasai bahasa Arab terlebih dahulu. Mereka juga menerjemahkan buku-buku bahasa Arab ke dalam bahasa mereka agar mampu mengembangkan ilmu pengetahuan sejajar dengan Islam. Diantaranya Sylvester yang belajar ke Spanyol, kemudian hari menjadi Paus Sylvester II (abad 10 M), Frederich II penguasa Italia yang akhirnya menjadi Kaisar di Jerman. Lihat 3, hal 61-63
Nama-nama yang diberikan oleh Barat terhadap ahli-ahli muslim di berbagai bidang mungkin aneh di telinga kita dan kita menyangka bahwa mereka para ahli Barat yang beragama Kristen. Nama-nama mereka antara lain Avicena, Geber, Rezhes, Abulcassis, Haly Rodoam, Averroes, Albetinius dan lain-lain, padahal mereka adalah para ahli muslim. Ibnu Sina menjadi Avicena, Jabir Ibnu Hayyan menjadi Geber, Abul Qosim Zahrawi menjadi Abulcassis, Ar-Rozi menjadi Rezhes, Ibnu Rusyd menjadi Averroes atau Al-Battani menjadi Abetinius Lihat 4, hal 21; lihat juga 3, hal 67
Pemutarbalikkan fakta kemajuan ilmu pengetahuan Islam tidak cukup dengan mengganti nama-nama Islam di atas, tetapi istilah-istilah Islam juga digantikan dengan istilah Barat sehingga mengaburkan bahwa penemuan itu berasal dari Islam. Istilah-istilah itu antara lain Algebra (Al-Jabr), Algorithm (Al-Khuwarizmi), Average (Awariya), Cipher/Zero (Sifr), Zenith (Janit), Alchemiy/Chemistry (Al-Kimiya), Antimony (Antimun), Zircon (Azraq), Admiral (Amir al-Bahr), Adobe (Al-Tub), Alkali (Al-Qali), Cable (Habl), Calibre (Qalaba), Camel (Jamal), Canon (Qanun), Checkmate (Shah Mat), Coffe (Qahwa), Cotton (Qutun), Earth (Ardh), Hazard (Al-Zahr), Jasmine (Yasmin), Lemon (Limun), Magazine (Makhazin), Orange (Naranj), Rice (Ruzz), Sugar (Sukkar), Cornea (Qarnia), Pancreas (Bankras) dan lain-lain. Lihat 4, hal 80-84
Kejayaan Islam Akan Kembali
Negara Islam pernah menjadi adi daya (super power) dengan menguasai dunia yang membentang seluruh negara Arab dan Timur Tengah (Saudi Arabia, Suriah Palestina, Yordania, Libanon, Yaman, Mesir, dll.), Persia (Iran), Mesopotamia (Iraq), Kaukasus, Afrika (Al-Jazair, Maroko, Tunisia, Libya, Nigeria, Somalia, Sudan, dll.), Spanyol (Andalusia), Semenanjung Balkan (Bulgaria, Rumania, Albania, Moldovia, Hungaria, Polandia), Perancis (Tuolouse, Narbonne, Perpigna, Lyon), Kepulauan Sisilia (Italia), Yunani, Bizantium (Turki), Asia Tengah (India, Pakistan). Lihat 5, hal 56, 78-84
Negara Islam juga menjadi ahli dan penemu di berbagai bidang sains dan teknologi, dengan semua fakta dan data di atas maka bukan mustahil umat Islam akan kembali bangkit menjadi adi daya dan menguasai dunia. Tentu saja, ketika umat Islam kembali kepada Al-Quran dan as-sunnah, bukannya malah mencampakkannya. Karena ketika Al-Quran dan as-sunnah tidak dijadikan sebagai aturan kehidupan ini maka umat Islam terpuruk, terhina dan terkebalakang seperti saat ini.
Wallahua’lam
Maraji’:
1. Ensiklopedia ilmiah dalam Al-Quran dan sunnah, DR. Abdul Basith Al-Jamal dan DR. Daliya Shiddiq Al-Jamal, Pustaka Al-Kautsar, cet. I, April 2003.
2. Pemuda muslim pembebek ataukah pemimpin?, Abdul Hamid Jassat, Pustaka Thariqul Izzah, cet. I, 2003
3. Refleksi sejarah terhadap dakwah masa kini, DR. Abdurrahman Al-Baghdady, Al-Azhar Press, cet. I, Februari 2002
4. Warisan peradaban Islam, Shahih Al-Kutb, Pustaka Thariqul Izzah, cet. I, 2002
5. Jihad dan kebijakan kuar negeri Daulah Khilafah, Pustaka Thariqul Izah, cet. I, September 2003
Belum lagi, lemahnya penguasaan kaum muslimin terhadap sains dan teknologi, sehingga kita menjadi konsumen terbesar dari produk kapitalis Barat. Hal ini tentu disengaja oleh mereka agar negeri-negeri Islam selalu tertinggal dalam menguasai sains dan teknologi, sehingga kita selalu tergantung kepada mereka dan tidak pernah bisa mandiri. Kita bisa saksikan lemahnya kekuatan TNI ketika AS memboikot persenjataan militer, karena TNI di anggap melanggar HAM dalam beberapa kasus di tanah air.
Kita tidak akan membahas krisis nuklir Iran dan ketergantungan sains dan teknologi ini, tetapi kita akan fokus kepada sumbangsih Islam terhadap kemajuan sains dan teknologi Barat khususnya dan dunia umumnya. Bahkan beberapa pengamat Barat sendiri menyatakan bahwa tanpa Islam maka Barat tidak akan mengalami kemajuan hebat dalam sains dan teknologi seperti saat ini (Making of Humanity, Robert Briffault). Lihat 4, hal 69-72
Al-Quran dan Ilmu Pengetahuan
Islam sangat menghargai ilmu pengetahuan, Al-Quran menganjurkan manusia agar menggunakan akalnya sehingga bertambah keimanannya dan maju dalam kehidupannya. Tidak ada pertentangan antara Al-Quran dan ilmu pengetahuan, bahkan penemuan-penemuan baru memperkuat kemu’jizatan Al-Quran.
Kalau sekiranya Al-Qur’an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak didalamnya (An-Nisa’ 82).
Bertolak belakang dengan Injil (bible) yang sering bertentangan dengan ilmu pengetahuan, gereja bahkan menghukum mati ilmuwan seperti Galileo yang mendukung teori Helisentris dari Copernicus bahwa matahari pusat tata surya. Sebaliknya, gereja mempertahankan teori geosentris bahwa bumi pusat tata surya. Lihat 4, hal 5 Inilah masa kegelapan Eropa yan terjadi sebelum abad ke 18 M. Al-Quran adalah wahyu Allah dan tidak ada pertentangan didalamnya, sedangkan injil yang di tulis 60-70 tahun setelah kematian Yesus telah dipengaruhi oleh campur tangan para pengikutnya dan bisa di revisi kapan saja dikehendakinya.
Salah satu bukti ilmiah Al-Quran adalah adanya batas yang jelas antara air tawar dan air asin (laut), meskipun keduanya bercampur. Hasil penelitian ilmuwan, pertemuan antara air tawar dengan air asin (laut) tidak akan menyebabkan percampuran keduanya karena adanya efek listrik dan magnetik yang saling berlawanan sehingga terciptanya sekat di bagian tengah kedua perairan tersebut. Hal ini sesuai dengan firman Alah subhanahu wa ta'ala:
Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu. Antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui oleh masing-masing (Ar-Rahman 19-20). Lihat 1, hal 41
Belum lagi penemuan ilmiah di bidang: matematik, optik, astronomi, geologi, biologi, farmasi, kedokteran dan lain-lain, yang semuanya tidak ada pertentangan dengan Al-Quran, padahal Al-Quran diturunkan 1.400 tahun yang lalu.
Islam memberikan kesempatan kepada akal manusia untuk mengembangkan ilmu pengetahuan seluas-luasnya, selama tidak bertentangan dengan syari’at. Landasan yang digunakan adalah ketika para sahabat gagal panen kurma karena mengikuti anjuran Rasulullah saw dengan menggoyang-goyangkan pohon kurma. Rasulullah saw bersabda: “Antum a’lamu biumuridunyaakum” (Kalian lebih mengetahui urusan dunia kalian-HR Muslim). Sedangkan yang berhubungan dengan hadharah (budaya/peradaban) maka harus terikat dengan syari’at, seperti hukum-hukum yang berhubungan dengan aqidah, ibadah, mu’amalah, ‘uqubat dan lain-lain. Sehingga teknologi automotive misalnya tidak terkait dengan agama seseorang, kita bisa saja mengembangkan teknologi yang sudah ada di AS atau Jepang karena ini murni sains dan teknologi. Sedangkan budaya (hadharah) berpakaian adalah sesuatu yang terikat dengan Islam dan harus mengacu kepada syari’at Islam, dilarang (diharamkan) kaum muslimin meniru budaya berpakaian ala Barat yang membuka aurat.
Ahli dan Penemu Islam Di Berbagai Bidang
Di zaman keemasan kekhilafahan Islam ilmu pengetahuan berkembang demikian pesatnya, untuk mengembangkan ilmu pengetahuan para Khalifah mendirikan lembaga-lembaga pendidikan dan penelitian. Salah satunya Khalifah Harun Al-Rasyid (169-194 H) yang mendirikan sekolah farmasi dan kimia.
Dengan kondisi seperti itu maka bermunculan para ahli dan penemu di berbagai bidang, antara lain: Ibnu Sina ahli kedokteran dan matematika; Jabir Ibnu Hayyan ahli kimia dan kedokteran (penemu teori sulfur merkuri dari logam); Al-Kindi seorang ahli fisika, astronomi dan optik; Al-Baitar ahli botani (tumbuh-tumbuhan) dan farmasi; Muhammad, Ahmad dan Hasan tiga serangkai di bidang teknik dan mekanik; Ibnu Hazen ahli optik, fisika dan matematik; Al-Qirafi ahli optik; Khuwarizmi ahli matematika, astronomi dan geografi (penemu logaritma); Abul Wafa ahli triginometri (penemu sinus dalam bangun segi tiga) dan sederetan panjang para ahli muslim di berbagai bidang. Bahkan Thomas Alfa Edison bukanlah penemu listrik, karena listrik telah ditemukan terlebih dahulu oleh Al-Jazzar. Penemuan kertas dengan bubur kayu berasal dari Islam abad 10 M, dimana sebelumnya China hanya membuat kertas dari kepompong ulat sutera. Lihat 2, hal 12; lihat juga 3, hal 63-64
Barat Belajar dari Islam
Para pelajar barat (terutama Eropa) berburu ilmu ke negeri-negeri Islam seperti Barcelona, Toledo, Cordova, Baghdad, Kairo, Damaskus, Mosul, Teheran dan lain-lain, untuk itu mereka harus menguasai bahasa Arab terlebih dahulu. Mereka juga menerjemahkan buku-buku bahasa Arab ke dalam bahasa mereka agar mampu mengembangkan ilmu pengetahuan sejajar dengan Islam. Diantaranya Sylvester yang belajar ke Spanyol, kemudian hari menjadi Paus Sylvester II (abad 10 M), Frederich II penguasa Italia yang akhirnya menjadi Kaisar di Jerman. Lihat 3, hal 61-63
Nama-nama yang diberikan oleh Barat terhadap ahli-ahli muslim di berbagai bidang mungkin aneh di telinga kita dan kita menyangka bahwa mereka para ahli Barat yang beragama Kristen. Nama-nama mereka antara lain Avicena, Geber, Rezhes, Abulcassis, Haly Rodoam, Averroes, Albetinius dan lain-lain, padahal mereka adalah para ahli muslim. Ibnu Sina menjadi Avicena, Jabir Ibnu Hayyan menjadi Geber, Abul Qosim Zahrawi menjadi Abulcassis, Ar-Rozi menjadi Rezhes, Ibnu Rusyd menjadi Averroes atau Al-Battani menjadi Abetinius Lihat 4, hal 21; lihat juga 3, hal 67
Pemutarbalikkan fakta kemajuan ilmu pengetahuan Islam tidak cukup dengan mengganti nama-nama Islam di atas, tetapi istilah-istilah Islam juga digantikan dengan istilah Barat sehingga mengaburkan bahwa penemuan itu berasal dari Islam. Istilah-istilah itu antara lain Algebra (Al-Jabr), Algorithm (Al-Khuwarizmi), Average (Awariya), Cipher/Zero (Sifr), Zenith (Janit), Alchemiy/Chemistry (Al-Kimiya), Antimony (Antimun), Zircon (Azraq), Admiral (Amir al-Bahr), Adobe (Al-Tub), Alkali (Al-Qali), Cable (Habl), Calibre (Qalaba), Camel (Jamal), Canon (Qanun), Checkmate (Shah Mat), Coffe (Qahwa), Cotton (Qutun), Earth (Ardh), Hazard (Al-Zahr), Jasmine (Yasmin), Lemon (Limun), Magazine (Makhazin), Orange (Naranj), Rice (Ruzz), Sugar (Sukkar), Cornea (Qarnia), Pancreas (Bankras) dan lain-lain. Lihat 4, hal 80-84
Kejayaan Islam Akan Kembali
Negara Islam pernah menjadi adi daya (super power) dengan menguasai dunia yang membentang seluruh negara Arab dan Timur Tengah (Saudi Arabia, Suriah Palestina, Yordania, Libanon, Yaman, Mesir, dll.), Persia (Iran), Mesopotamia (Iraq), Kaukasus, Afrika (Al-Jazair, Maroko, Tunisia, Libya, Nigeria, Somalia, Sudan, dll.), Spanyol (Andalusia), Semenanjung Balkan (Bulgaria, Rumania, Albania, Moldovia, Hungaria, Polandia), Perancis (Tuolouse, Narbonne, Perpigna, Lyon), Kepulauan Sisilia (Italia), Yunani, Bizantium (Turki), Asia Tengah (India, Pakistan). Lihat 5, hal 56, 78-84
Negara Islam juga menjadi ahli dan penemu di berbagai bidang sains dan teknologi, dengan semua fakta dan data di atas maka bukan mustahil umat Islam akan kembali bangkit menjadi adi daya dan menguasai dunia. Tentu saja, ketika umat Islam kembali kepada Al-Quran dan as-sunnah, bukannya malah mencampakkannya. Karena ketika Al-Quran dan as-sunnah tidak dijadikan sebagai aturan kehidupan ini maka umat Islam terpuruk, terhina dan terkebalakang seperti saat ini.
Wallahua’lam
Maraji’:
1. Ensiklopedia ilmiah dalam Al-Quran dan sunnah, DR. Abdul Basith Al-Jamal dan DR. Daliya Shiddiq Al-Jamal, Pustaka Al-Kautsar, cet. I, April 2003.
2. Pemuda muslim pembebek ataukah pemimpin?, Abdul Hamid Jassat, Pustaka Thariqul Izzah, cet. I, 2003
3. Refleksi sejarah terhadap dakwah masa kini, DR. Abdurrahman Al-Baghdady, Al-Azhar Press, cet. I, Februari 2002
4. Warisan peradaban Islam, Shahih Al-Kutb, Pustaka Thariqul Izzah, cet. I, 2002
5. Jihad dan kebijakan kuar negeri Daulah Khilafah, Pustaka Thariqul Izah, cet. I, September 2003